OKU SELATAN - Pertanian merupakan sektor vital dalam perekonomian Indonesia, terutama di daerah yang menggantungkan hidup dari hasil alam. Untuk mendukung pengelolaan sektor ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) dan menetapkan retribusi daerah yang berkaitan dengan kegiatan pertanian, termasuk pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian. Rabu 30/4/2025.
1. Peran Peraturan Daerah dalam Sektor Pertanian
Peraturan Daerah memiliki fungsi sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan kebijakan pembangunan pertanian di daerah. Beberapa bentuk kebijakan yang sering diatur dalam Perda terkait pertanian antara lain:
Perlindungan dan pemberdayaan petani, seperti yang dilakukan di Kabupaten Cianjur melalui Perda No. 9 Tahun 2023.
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk mencegah konversi lahan pertanian menjadi area non-pertanian, seperti dalam Perda Kabupaten Paser No. 2 Tahun 2021.
Pemasaran hasil pertanian dan penguatan kelembagaan petani untuk memperkuat posisi tawar petani di pasar.
Perda juga dapat mengatur bentuk kerja sama antara petani, koperasi, dan pelaku usaha dalam rantai distribusi hasil pertanian.
2. Retribusi Daerah terhadap Hasil Pertanian
Selain menetapkan kebijakan, pemerintah daerah berwenang memungut retribusi daerah, salah satunya dari aktivitas yang berkaitan dengan hasil pertanian. Retribusi ini masuk dalam jenis Retribusi Jasa Usaha, seperti:
Retribusi penjualan hasil produksi pertanian milik daerah, misalnya benih, bibit, atau produk hasil pertanian yang dihasilkan oleh badan usaha milik daerah (BUMD) atau dinas pertanian.
Retribusi pasar, termasuk penggunaan lahan untuk penjualan hasil pertanian di pasar tradisional.
Retribusi sewa gudang atau fasilitas pengolahan hasil pertanian milik pemerintah daerah.
Contohnya, Kabupaten Tabalong menerapkan Perda No. 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah yang mencakup sektor pertanian, dan Kabupaten Semarang melalui Perda No. 22 Tahun 2002 menetapkan retribusi hasil pertanian di pasar-pasar tradisional.
3. Tantangan dan Harapan
Meskipun retribusi dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun penerapannya perlu dilakukan secara proporsional dan tidak membebani petani. Retribusi harus disertai dengan peningkatan pelayanan, seperti penyediaan fasilitas penyimpanan, pengemasan, pelatihan, dan akses pasar.
Harapannya, regulasi dan retribusi daerah dapat menjadi instrumen yang mendorong pertanian berkelanjutan, meningkatkan nilai tambah produk pertanian, serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Petani kopi yang ada di sumatera selatan terkhusus di kabupaten OKU Selatan menurut data statistik berjumlah 198.021 orang dan jumlah luas lahan kopi 89.051 serta hasil produksi 62.297 ton artinya menunjukkan OKU Selatan hasil produksi terbesar di provinsi Sumatera Selatan.
Melihat potensi produksi pertanian dari hasil kopi harapan kepada pemerintah daerah kabupaten OKU Selatan agar lebih peka terhadap kebijakan atau regulasi agar ada hasil pendapatan asli Daerah (PAD) yang masuk dari sektor ini.
Bayangkan saja setiap panen kopi pada bulan 4-6 ada ribuan truk yang mengangkut hasil kopi asalan (biji kopi) keluar dari OKU Selatan, itu tidak ada sama sekali retribusi yang masuk ke pemerintah daerah. Kalo kita lihat atau baca potensi dari produksi ini ada 7-8 ton per mobil truk di angkut jika hasil produksi 62.297 ton artinya ada 7.000 kali truk mengangkut hasil produksi asalan kopi, yang akan saya sampaikan adalah jika pemerintah daerah (PEMDA) OKU Selatan membuat kebijakan atau peraturan daerah tentang retribusi angkut kopi keluar dari OKU Selatan itu di kenakan 35.000-50.000/mobil maka potensi retribusi nya adalah Rp. 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) per tahun dari retribusi angkut hasil produksi kopi asalan. belum lagi hasil bumi lainnya yang angkutannya diatas 7 ton itu di kenakan retribusi maka ada ribuan mobil yang bisa menambah pemasukan bagi Pemda lewat retribusi.
(Rizky Ardiansyah Sholeh, Aktivis Muda Pembaharuan Sumatera Selatan)
(Hendra)