Dalam keterangannya kepada awak media pada Rabu (16/07/2025), Deni menyatakan bahwa pemutakhiran data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menjadi dasar penghapusan kepesertaan tidak dapat dijadikan acuan tunggal tanpa validasi di lapangan.
“Kita tidak sedang bicara angka, kita bicara tentang nyawa. Jika benar 70 ribu orang dikeluarkan dari jaminan, siapa yang bertanggung jawab ketika mereka jatuh sakit?” tegas Deni.
Deni mempertanyakan mekanisme klasifikasi sosial-ekonomi yang digunakan dalam penentuan kelayakan peserta. Menurutnya, banyak warga miskin tergeser dari daftar PBI hanya karena dianggap memiliki aset seperti telepon genggam murah atau kendaraan bermotor tua.
> “Apakah punya motor butut berarti orang itu tidak miskin? Ini logika yang cacat. Algoritma tidak bisa menggantikan pendekatan sosial yang adil,” kritiknya.
CEW menilai proses verifikasi tidak cukup melibatkan unsur partisipatif masyarakat, dan cenderung mengabaikan dimensi realitas sosial yang kompleks.
Selain menyuarakan keresahan masyarakat, CEW juga memperingatkan potensi dampak lanjutan terhadap keuangan daerah. Dengan bertambahnya beban 14 ribu jiwa yang dialihkan ke pembiayaan dari APBD, program UHC lokal dikhawatirkan akan mengalami kelumpuhan bertahap.
“Ini bukan hanya soal data, tapi soal kemampuan APBD menanggung beban. Kalau sistem jebol, yang terdampak langsung adalah layanan rumah sakit, waktu tunggu pasien, bahkan bisa sampai pada kasus-kasus kematian yang sebenarnya bisa dicegah,” ujar Deni, yang juga akrab disapa Abah Jen.
Ketua Cilegon Education Watch menuntut agar Pemkot Cilegon segera:
1. Mengumumkan daftar warga yang terdampak penghentian kepesertaan UHC.
2. Menyampaikan secara terbuka waktu pelaksanaan penghentian (cut off) layanan.
3. Menyediakan skema alternatif atau layanan transisi untuk menjamin warga tetap memiliki akses terhadap layanan kesehatan.
CEW juga mendorong dilakukannya audit independen atas proses pemutakhiran data dan mengusulkan pembentukan posko pengaduan warga.
“Negara tidak boleh menutup mata. Jangan biarkan sistem membunuh rakyatnya secara perlahan hanya karena kekeliruan data,” ujar Deni dengan nada tegas.
Organisasi tersebut juga mengusulkan diterbitkannya regulasi darurat di tingkat lokal guna menjamin tidak ada kekosongan layanan di masa transisi. CEW berkomitmen untuk terus memantau pelaksanaan program kesehatan di Cilegon sebagai bagian dari kontrol sosial.
“Kami akan kawal terus. Ini bukan hanya soal layanan publik, ini menyangkut keadilan sosial dan hak hidup warga Kota Cilegon,” pungkasnya.