Proyek yang berlokasi di Kelurahan Bedungun, tepatnya di kawasan Kedaung, merupakan bagian dari Program Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Drainase yang Terhubung Langsung dengan Sungai dalam Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan dokumen kontrak bernomor DPPA A.1/1.03.0.00.0.00.01.0000/001/2025, pekerjaan ini menelan anggaran sebesar Rp7.456.664.000 yang bersumber dari APBD 2025.
Proyek mulai dikerjakan pada 4 Juni 2025 dan dijadwalkan rampung pada 30 November 2025 dengan pelaksana PT Karyatama Nagasari.
Seorang narasumber di lapangan mengungkapkan bahwa penggunaan wiremesh 6 inci tidak sesuai standar minimal 8 inci, apalagi 10 inci sebagaimana ditetapkan dalam RAB. Kondisi ini dikhawatirkan menurunkan daya cengkeram beton serta berpotensi melemahkan konstruksi.
“Ini jalan menuju sekolah. Kalau kualitas material dikurangi, kekuatan jalan tidak akan bertahan lama. Selain itu, kerugian negara juga tidak bisa dihindari,” ujar seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan praktik pengurangan kualitas material ini menimbulkan indikasi adanya kongkalikong. Pasalnya, penggunaan besi yang tidak sesuai spesifikasi seharusnya bisa terdeteksi sejak awal melalui pengawasan lapangan. Namun, ada dugaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) jarang melakukan pengecekan langsung, sehingga praktik tersebut lolos dari pantauan.
Saat dikonfirmasi untuk klarifikasi, baik pihak kontraktor maupun PPK tidak memberikan tanggapan alias bungkam. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa dalam RAB memang tertera kewajiban penggunaan wiremesh 10 inci. Karena itu, PPK diminta segera turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan, dan bila terbukti ada pelanggaran spesifikasi, pekerjaan harus dihentikan sementara.
Masyarakat berharap PPK bersikap tegas dan tidak membiarkan praktik yang merugikan negara terus berulang. Mereka juga mendesak agar kontraktor yang terbukti mengurangi kualitas pekerjaan dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) sehingga tidak lagi dipercaya menggarap proyek pemerintah di masa mendatang.
(Abdul Rahman)