• Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kabupaten Banyuasin

    Sports

    26 April 1905 "Einstein's Dreams Book Page 20, 21, 22" (Mereka Tahan Terhadap Hawa Dingin Pegunungan, Menikmati Ketidaknyamanan Itu Sebagai Bagian Dari Pendidikan

    Thursday, August 21, 2025, 09:10 WIB Last Updated 2025-08-21T04:00:41Z

    PEMALANG - DI DUNIA ini, segera tampak sesuatu yang ganjil. Kita tidak akan menjumpai rumah di lembah-lembah atau dataran rendah lainnya. Semua orang tinggal di pegunungan.


    Suatu ketika di masa silam, ilmuwan menemukan satu kenyataan bahwa waktu berjalan lebih lambat di tempat yang jauh dari pusat bumi. Efeknya memang sangat kecil, tetapi bisa diukur dengan alat-alat yang sangat sensitif. 


    Ketika fenomena ini diketahui, sejumlah orang yang ingin awet muda berpindah ke gunung-gunung. Kini semua rumah berdiri di atas Dom, Matterhorn, Monte Rosa, dan dataran tinggi lainnya. Adalah mustahil menjual pemukiman di tempat lain.


    Beberapa orang tidak puas dengan sekedar berumah di gunung. Untuk mendapatkan efek yang maksimal, mereka membangun rumah di atas tiang penyangga. Karena itulah, di puncak-puncak gunung di seluruh dunia tampak berdiri rumah-rumah yang dari kejauhan bagai sekawanan burung gemuk yang sedang berjongkok di atas kaki-kaki kurus mereka. Orang-orang yang berhasrat hidup sangat lama, membangun rumah di atas tiang penyangga yang sangat tinggi pula. Bahkan, beberapa rumah berdiri setengah mil di atas tiang penyangga dari kayu gelondongan. Ketinggian menjadi status. Ketika seseorang menatap tetangganya yang ada di atas lewat jendela dapur, ia percaya bahwa tetangganya itu tidak menua secepat dirinya, tidak kehilangan rambut hingga akhir, tidak berkeriput, dan tetap memiliki hasrat bermain cinta. Sebaliknya, seseorang yang melongok ke bawah, menganggap penghuninya kehabisan tenaga, lemah, dan pikun. Beberapa orang membual bahwa mereka menjalani seluruh hidupnya di ketinggian, lahir di rumah tertinggi di puncak gunung tertinggi, dan tak pernah sekali pun turun. Mereka merayakan kemudaan mereka dengan senantiasa menatap cermin dan berjalan telanjang di balkon-balkon.


    Kini atau nanti, beberapa urusan penting memaksa orang untuk turun dari rumah. Mereka melakukannya dengan bergegas, buru-buru menuruni tangga menuju tanah, berlari ke arah tangga yang lain atau lembah, segera menyelesaikan urusan dan secepatnya pulang. Mereka tahu bahwa tiap langkah ke bawah, waktu berjalan lebih cepat dan mereka menjadi cepat tua pula. Sementara itu, orang-orang yang tinggal di bawah tidak pernah duduk. Mereka berlari, sembari menjinjing tas kerja atau bahan makanan mereka.


    Sejumlah kecil warga di tiap kota tak peduli apakah umur mereka menua lebih cepat beberapa detik dari tetangga mereka. Jiwa-jiwa pemberani ini menuju ke dataran rendah pada hari-hari tertentu, bersantai di bawah pohon, berenang riang di danau yang terletak di ketinggian yang lebih hangat, berguling-guling di tanah. Mereka nyaris tak pernah melihat jam tangan. Juga tak peduli apakah sekarang hari Senin atau Kamis. Ketika orang lain melintasi mereka dengan terburu-buru dan pandangan menghina, mereka hanya tersenyum.


    Lambat laun, orang lupa pada alasan mengapa tinggal di tempat yang lebih tinggi adalah lebih baik. Meski pun begitu, mereka tetap bertahan hidup di gunung-gunung.


    Sedapat mungkin menghindari daerah cekungan, mengajari anak-anak mereka agar menjauhi anak-anak yang tinggal di tempat yang lebih rendah. Mereka tahan terhadap hawa dingin pegunungan, menikmati ketidaknyamanan itu sebagai bagian dari pendidikan. Mereka bahkan meyakini bahwa udara yang tipis bagus untuk tubuh, dan dengan mengikuti logika itu, mereka menjalani diet yang keras, makan hanya dalam porsi kecil. Akibatnya, populasi di ketinggian menjadi setipis udara, keropos, dan menjadi tua sebelum waktunya.


    (Eko B Art)

    Komentar

    Tampilkan

    KEPALA DINAS PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS