BENGKULU - Sebuah video yang beredar di platform TikTok memicu diskusi hangat di tengah masyarakat. Video tersebut membandingkan anggaran Pemerintah Provinsi Bengkulu tahun 2024 sebesar Rp56 miliar dengan anggaran Provinsi Jawa Barat sebesar Rp50 miliar di tahun yang sama. Tak sedikit netizen mempertanyakan transparansi dan efektivitas anggaran, khususnya karena angka tersebut disebut berasal dari masa kepemimpinan gubernur sebelumnya.
Namun, situasi berubah signifikan di tahun 2025. Gubernur baru Bengkulu, Helmi Hasan, mengambil langkah tegas dengan memangkas anggaran non-prioritas dan mengalihkannya untuk membenahi infrastruktur, terutama jalan rusak yang selama ini menjadi keluhan masyarakat.
Langkah ini mendapat sambutan positif dari sebagian warga, terutama di daerah yang selama bertahun-tahun terisolasi akibat kerusakan jalan. Namun, tidak sedikit pula narasi miring yang berkembang, bahkan terhadap langkah-langkah positif yang dilakukan Helmi Hasan. Beberapa pemberitaan cenderung menyoroti sisi negatif dari kebijakan gubernur, tanpa mempertimbangkan konteks dan tujuan penghematan anggaran tersebut.
Salah satu pemberitaan yang mencuat adalah potret anggaran Pemprov Bengkulu tahun 2024 sebesar Rp225.000.000, yang dikemas dalam narasi menyerang dan menyudutkan Helmi Hasan. Padahal, angka itu sendiri berasal dari periode sebelum Helmi menjabat, dan belum tentu mencerminkan keputusan atau kebijakan gubernur yang sekarang.
Ketua DPD APPI Kabupaten Kaur Epsan Sumarli, menyayangkan munculnya pemberitaan yang tidak berimbang. “Pers seharusnya menjalankan fungsi kontrol sosial yang objektif. Kritik itu penting, tapi harus berdasarkan data dan konteks yang jelas, bukan sekadar opini untuk menyerang individu tertentu,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam demokrasi yang sehat, transparansi dan akuntabilitas anggaran harus dijaga, namun demikian, framing negatif tanpa dasar justru dapat merugikan kepercayaan publik terhadap media itu sendiri.
Langkah Helmi Hasan dalam merombak struktur anggaran demi pembangunan jalan dinilai sebagai upaya merespons kebutuhan rakyat secara langsung. Jika benar terealisasi, langkah ini bisa menjadi titik balik pembangunan infrastruktur Bengkulu yang selama ini tertinggal.
Media sosial memang dapat menjadi alat pengawasan publik yang efektif, tetapi informasi yang tersebar harus disaring dengan cermat. Begitu pula media massa, yang punya tanggung jawab moral untuk menyampaikan berita secara adil dan berimbang. Kritik itu penting, tetapi apresiasi terhadap perubahan positif pun tidak boleh dilupakan.
(Ilpitar)