Saat ini, Kota Cilegon hanya memiliki 5 SMAN dan 4 SMKN, jumlah yang dinilai belum mencukupi kebutuhan masyarakat, terutama dengan jumlah delapan kecamatan yang tersebar di wilayah kota. Kondisi ini menyebabkan banyak pelajar, termasuk warga asli Cilegon, tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri yang mereka harapkan.
“Banyak anak-anak asli Cilegon yang akhirnya tidak tertampung di SMAN atau SMKN di kotanya sendiri. Ini tentu menjadi ironi di tengah semangat membangun pendidikan yang berkualitas,” ujar Deni, yang akrab disapa Abah Jen.
Menurutnya, idealnya pemerintah kota membangun minimal satu SMAN dan satu SMKN di setiap kecamatan, agar akses pendidikan lebih merata dan mudah dijangkau masyarakat.
Ia menekankan bahwa penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai adalah bentuk nyata tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan SDM yang unggul, kompeten, dan siap bersaing, baik di dunia industri maupun sektor pemerintahan.
“Keterbatasan daya tampung sekolah negeri dapat memicu ketimpangan akses pendidikan, bahkan meningkatkan potensi putus sekolah. Pemerintah kota harus serius dan menjadikan pembangunan sekolah negeri sebagai prioritas utama,” tegasnya.
Sebagai solusi, Deni mendorong Pemkot Cilegon untuk tidak hanya membangun sekolah baru, tetapi juga memperluas kapasitas sekolah yang sudah ada, menambah ruang kelas, serta mengoptimalkan pengelolaan pendidikan. Ia juga menyarankan agar pemerintah mulai mengembangkan sistem pendidikan berbasis daring sebagai alternatif untuk memperluas akses belajar.
“Dengan sinergi antara pembangunan fisik dan inovasi teknologi, Cilegon dapat menghadirkan sistem pendidikan yang inklusif dan adaptif terhadap tantangan zaman,” tutupnya.
(Vie)