KAUR – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyelenggarakan kegiatan Semarak Budaya dengan mengusung tema “Prosesi Adat Nikah Kaur”. Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam upaya melestarikan budaya lokal, khususnya prosesi adat pernikahan masyarakat Kaur yang sarat dengan nilai-nilai luhur, bertempat di Kantor Desa Jembatan II Kaur Selatan, Minggu (07/09/2025).
Acara yang digelar dengan penuh kekhidmatan ini dengan beragam tradisi khas daerah, mulai dari seni pantun, bela diri silat, tari-tarian, hingga prosesi adat pernikahan yang masih dijalankan sebagian masyarakat. Semua rangkaian tersebut menjadi bukti nyata bahwa budaya Kaur memiliki keunikan tersendiri yang patut dijaga dan diwariskan.
Dalam sambutannya, Anggota DPRD Kaur Fogi Aliing, S. M., menegaskan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Namun, ia menyayangkan bahwa perkembangan zaman membuat sebagian nilai-nilai budaya mulai terlupakan.
“Indonesia penuh dengan budaya. Mari kita bergandeng tangan untuk melestarikan adat yang hampir punah, agar tetap hidup di tengah masyarakat,” ujarnya penuh harap.
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi X dari Dapil Bengkulu, Dewi Coryati, juga menekankan pentingnya menjaga warisan leluhur. Menurutnya, pakaian adat, pantun, silat, tari, hingga prosesi adat pernikahan harus dipertahankan agar tidak hilang ditelan arus modernisasi.
“Budaya ini harus dijaga melalui BMA Kabupaten Kaur. Harapan kami ke depan, tradisi ini bisa dibukukan sehingga menjadi pedoman yang akan terus dilestarikan oleh generasi berikutnya,” ungkapnya.
Dewi juga mengingatkan bahwa kegiatan Semarak Budaya bukan sekadar seremonial, melainkan sarana pengembangan kebudayaan daerah. Ia mencontohkan bahwa sebelumnya kegiatan serupa telah dilakukan di sejumlah kabupaten di Provinsi Bengkulu dan mendapat respon positif dari masyarakat.
Ketua BMA Kabupaten Kaur, H. Maksan, yang menjadi salah satu pemateri utama, menyampaikan apresiasinya kepada DPR RI Komisi X yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Ia menuturkan bahwa prosesi adat pernikahan Kaur memiliki tahapan yang panjang dan penuh makna, mulai dari masa pergaulan bujang gadis, prosesi Besema, hingga tahap perkulean yang menandai kesepakatan antara dua keluarga sebelum memasuki pelaksanaan pernikahan.
“Setiap tahap dalam adat perkawinan Kaur memiliki aturan dan simbol tersendiri. Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, barulah dilanjutkan ke tahap persiapan pernikahan sesuai tradisi leluhur,” jelasnya.
Lebih lanjut, Maksan menambahkan bahwa adat perkawinan bukan hanya prosesi seremonial, melainkan sebuah nilai sosial yang mempererat hubungan kekeluargaan dan menjaga kehormatan di tengah masyarakat.
Kegiatan Semarak Budaya ini diharapkan dapat menjadi sarana edukasi sekaligus ajang pelestarian adat istiadat Kaur. Dengan adanya dokumentasi dan pembukuan budaya, masyarakat diharapkan lebih mudah memahami serta mengajarkan kembali kepada generasi muda.
Warisan budaya Kaur, terutama prosesi pernikahan adat, bukan hanya sekadar identitas lokal, tetapi juga bagian dari khazanah kebudayaan nasional Indonesia. Jika terus dijaga, maka tradisi ini dapat menjadi kebanggaan serta daya tarik budaya yang berharga di mata dunia.
(Ilpitar)