Nias Selatan – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara menggelar dialog resmi bersama Aliansi Masyarakat Lintas Sektoral Nias Selatan (AMAL Nias Selatan) di Kafe Titik Temu, Telukdalam, Kabupaten Nias Selatan, Senin (22/12/2025). Forum ini menjadi ruang penting untuk merespons tuntutan masyarakat terkait dugaan kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan yang diduga bersumber dari aktivitas PT Gunung Raya Utama Timber Industri (PT Gruti) dan PT Teluk Nauli, khususnya di wilayah Kepulauan Batu.
Dialog berlangsung dalam suasana terbuka namun serius. Seluruh pihak sepakat menjadikan pertemuan tersebut sebagai ajang evaluasi menyeluruh terhadap dampak ekologis, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh operasional kedua perusahaan tersebut. AMAL Nias Selatan menyampaikan langsung berbagai keluhan dan keresahan masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan aktivitas perusahaan.
Aliansi menegaskan bahwa masyarakat merasakan degradasi lingkungan yang semakin parah, mulai dari rusaknya kawasan hutan hingga ancaman terhadap sumber mata pencaharian warga. Kondisi ini dinilai telah melampaui batas toleransi dan membutuhkan tindakan tegas dari pemerintah.
Dalam forum tersebut, AMAL Nias Selatan mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Nias Selatan agar tidak ragu mengambil langkah hukum. Aliansi meminta penghentian total hingga penutupan permanen seluruh aktivitas PT Gruti dan PT Teluk Nauli yang dianggap telah merusak ekosistem hutan serta mencemari lingkungan secara masif.
Desakan itu diperkuat dengan penyampaian surat resmi Panitia Pemekaran Kabupaten Kepulauan Batu bernomor 21.1/PP-KKB/XII/2025 tertanggal 22 Desember 2025. Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara c.q. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan memuat permohonan penindakan hukum serta penutupan permanen kedua perusahaan atas dugaan pelanggaran pidana lingkungan, kehutanan, dan administrasi berat.
Berdasarkan pengaduan masyarakat, pengamatan lapangan, serta kajian awal, ditemukan indikasi kuat terjadinya kerusakan hutan secara nyata dan sistematis. Kawasan hutan di sekitar wilayah operasi perusahaan dilaporkan mengalami pembalakan masif, kehilangan tutupan vegetasi, serta penurunan fungsi ekologis yang signifikan.
Dampak kerusakan tersebut meluas hingga hilangnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya potensi bencana ekologis. Salah satu kondisi paling mengkhawatirkan adalah terganggunya habitat satwa liar. Warga melaporkan kemunculan buaya di kawasan permukiman dan perairan yang bahkan telah menimbulkan korban jiwa.
Akibat situasi tersebut, aktivitas melaut nelayan dan penyelam terpaksa dihentikan. Rasa takut akibat rusaknya habitat alami satwa liar dinilai telah mengancam keselamatan warga sekaligus menghancurkan sumber penghidupan masyarakat pesisir.
Selain kerusakan fisik lingkungan, kedua perusahaan juga diduga beroperasi tanpa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ketiadaan AMDAL dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab lingkungan dalam kegiatan usaha.
PT Gruti dan PT Teluk Nauli juga disorot terkait dugaan pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai ketentuan. Tidak ditemukan dokumen Laporan Perbaikan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3, manifest limbah, maupun hasil uji pemantauan kualitas air limbah, yang berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Dari aspek administrasi kehutanan, kedua perusahaan dituding tidak memiliki dokumen produksi kayu yang sah, termasuk data volume dan jenis kayu. Selain itu, mereka juga tidak mengantongi dokumen UKL-UPL serta tidak menunjukkan bukti pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR), yang berimplikasi pada potensi kerugian keuangan negara.
AMAL Nias Selatan menilai keberadaan kedua perusahaan tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar. Sebaliknya, aktivitas usaha justru dinilai memperburuk kualitas hidup warga, merusak mata pencaharian, serta memicu konflik sosial dan lingkungan yang berkepanjangan.
Menanggapi berbagai temuan dan desakan tersebut, dialog menghasilkan sejumlah kesepakatan strategis antara Dinas LHK Provinsi Sumatera Utara, Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah II, Pemerintah Kabupaten Nias Selatan, dan AMAL Nias Selatan. Salah satu poin utama adalah rencana penerbitan rekomendasi penutupan permanen PT Gruti dan PT Teluk Nauli yang akan diajukan kepada Gubernur Sumatera Utara.
Selain itu, seluruh pihak sepakat untuk melakukan peninjauan lapangan secara langsung ke lokasi-lokasi yang diduga mengalami kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan. Langkah ini dianggap penting untuk memastikan kondisi faktual sekaligus memperkuat dasar penegakan hukum.
Dalam forum tersebut juga ditegaskan bahwa setiap bentuk kejahatan lingkungan dan kehutanan akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku, termasuk apabila melibatkan oknum aparatur pemerintah maupun aparat penegak hukum. Pemerintah menyatakan tidak akan mentolerir praktik perusakan lingkungan dalam bentuk apa pun.
Komitmen ini diharapkan menjadi sinyal kuat bagi pelaku usaha sekaligus membuka jalan bagi upaya pemulihan hutan dan lingkungan di wilayah Kepulauan Batu demi keberlanjutan ekosistem dan perlindungan hak-hak masyarakat.
Dialog tersebut dihadiri Kepala Dinas LHK Provinsi Sumatera Utara Heri Wahyudi Marpaung, Asisten I Kabupaten Nias Selatan Fatolosa Giawa, Kepala BPHL Wilayah II Ferry Irawan, Ketua Umum AMAL Nias Selatan Amoni Zega, Kepala DLH Kabupaten Nias Selatan Teori Ndruru, perwakilan GMKI Telukdalam, UPTD KPH XVI, tokoh masyarakat, serta unsur pers.
Pertemuan ini diharapkan menjadi titik balik dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup di Kepulauan Batu dan Kabupaten Nias Selatan dari ancaman kerusakan yang lebih luas dan permanen.
(Ndruru)

























