LUBUK LINGGAU - Kegiatan pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh DPRD Kota Lubuk Linggau untuk merumuskan dan menyampaikan pokok-pokok pikiran atau gagasan terkait pembangunan daerah mendapat sorotan dan keritikan tajam dari penggiat control sosial.
Ferry Isrop kamis 24 Juli 2025 saat diminta tanggapan dan pandangannya mengenai pokok-pokok pikiran Anggota DPRD Lubuk Linggau menjelaskan
Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Pokir DPRD diatur sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam hal ini, anggota DPRD wajib menyampaikan Pokir yang mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Permendagri Nomor 25 Tahun 2021. Aturan ini memperkuat posisi Pokir dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah. Pokir diselaraskan dengan kebutuhan daerah dan dituangkan dalam dokumen perencanaan.
Menurut Ferry Isrop "Selain itu apakah anggota DPRD wajib mengawal atau mengerjakan Pokir?. Dalam regulasi yang ada, anggota DPRD hanya memiliki kewajiban untuk mengusulkan Pokir,"
Anggota DPRD harus menyerap aspirasi masyarakat dan memastikan kebutuhan itu diterjemahkan dalam bentuk Pokir yang disampaikan kepada eksekutif.
Mengawasi Pelaksanaan. "Dimana setelah Pokir masuk dalam RKPD dan APBD, anggota DPRD memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaannya oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait." ujar
Lanjut Ferry Isrop dalam pembicaraan, tidak ada aturan yang mewajibkan anggota DPRD untuk langsung melaksanakan atau menjadi pelaksana proyek Pokir. Hal ini justru bertentangan dengan prinsip pemisahan tugas antara legislatif dan eksekutif. Pelaksanaan proyek merupakan tugas OPD di bawah pemerintah daerah, bukan anggota DPRD.
"Dampak polemik, jika anggota DPRD diharuskan mengerjakan Pokir, maka ada pihak yang mengharuskan anggota DPRD untuk melaksanakan Pokir yang mereka usulkan, hal tersebut bisa melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Praktik ini dapat memicu konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
( Guntur )