TOBA - Kembali, tragedi berdarah terjadi pada Kamis, (07/08/2025) di Provinsi Sumatera Utara tepatnya di Kabupaten Toba antara PT. Toba Pulp Lestari (TPL) dan warga masyarakat Adat Natinggir, Desa Simare, Kec. Borbor Kab. Toba yang ingin mempertahankan tanah ulayat miliknya.
Informasi yang dihimpun kru media dari beberapa sumber menyebutkan, bentrokan yang tidak di inginkan ini terjadi dipicu bermula saat kurang lebih 30 orang masyarakat dari Dusun 4 Na Tinggir mengingatkan pihak PT. TPL untuk tidak mengerjakan tanah mereka.
Pada pukul 08.00 Wib pagi, sekitar 500 orang karyawan PT. TPL yang sebagian besar adalah karyawan Buruh Harian Lepas (BHL) datang hendak mengerjakan tanah yang masih disengketakan antara penduduk dan pihak PT. TPL, penduduk yang berada di lokasi telah mengingatkan bahwa tanah tersebut adalah hak ulayat mereka.
Setelah memberikan peringatan tersebut kemudian penduduk mundur.
Akan tetapi karena pekerjaan masih diteruskan oleh PT. TPL, para penduduk kemudian kembali mendatangi lokasi.
Terjadilah aksi saling lempar batu antara warga dan karyawan PT. TPL yang terus merangsek maju dan mengejar warga yang hanya berjumlah sekitar 30 orang.
Ironis, rumah yang dianggap sebagai tempat yang aman bagi anak-anak, masih tetap dilempari oleh karyawan PT. TPL, beruntung masih ada kasur yang dijadikan tameng sebagai pelindung mereka dari lemparan.
"Sampai sekarang anak-anak siswa SD belum berani ke sekolah karena masih trauma, di karenakan lokasi sekolah mereka berada di Simare (jarak 3 Km) yang adalah kantor Cabang PT. TPL unit Habinsaran.
Hal ini semakin di perparah karena mereka tidak lagi punya sepeda motor untuk mengantar karena sudah dirusak oleh karyawan PT. TPL.
Diketahui, sebanyak 21 unit sepeda motor tersebut sudah diangkut ke Polres Toba di Porsea, sebagai barang bukti, ujar sumber tersebut.
Tadi malam hingga siang ini, kondisi di lapangan sangat mencekam, karena penduduk masih mendapat ancaman, sementara pihak kepolisian yang datang disiang hari, sudah pergi ke kantor PT. TPL di Desa Simare.
Warga sekitar sangat memohon perhatian Pemkab Toba, untuk membantu para warga dalam pendampingan trauma dari anak-anak, dan mengawal anak-anak bila hendak bersekolah.
Sementara itu Roki Pasaribu, Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Jumat (08/08/2025) menyampaikan kecaman kepada pihak PT. TPL yang telah berulang kali menggusur komunitas-komunitas masyarakat adat di Tano Batak (Tanah Batak) di kawasan Danau Toba, untuk kebun kayu eukaliptus.
Dalam insiden tersebut empat orang staf KSPPM yang sedang mendamping turut menjadi sasaran TPL dalam kejadian di Natinggir, ujarnya.
Disamping korban 3 korban penduduk yang luka dan 1 orang tak sadarkan diri karena pengeroyokan itu, enam unit rumah rusak dilempari karyawan PT. TPL, satu warung dijarah barang, uang dan 1 unit HP, serta sekitar 21 unit sepeda motor dirusak oleh karyawan PT. TPL.
Ditempat terpisah, Parasman Pasaribu selaku Ketua Umum Forpemas Habornas ketika dihubungi, Jumat (08/08/2025) juga sangat mengecam keras perlakuan PT. TPL ini.
"Enggak mungkinlah 30 orang penduduk bisa menghadang apalagi melawan 500 orang karyawan PT. TPL.
Lagi pula orang yang sudah berlindung dirumahnya apalagi anak-anak yang diungsikan ke salah satu rumah masih juga dilempari dengan batu", ujar Parasman Pasaribu geram.
Lanjutnya, tindakan yang dilakukan PT. TPL sudah anarkhis, seharusnya pihak PT. TPL dapat berusaha menyetop kerusuhan tersebut karena 30 orang lawan 500 orang adalah suatu kemustahilan, tegasnya.
Pada kesempatan tersebut, selanjutnya Parasman Pasaribu, meminta agar pihak Kepolisian, segera mengusut konflik ini dan tidak berpihak membela yang besar, tegasnya menutup pembicaraan.
(Afrialdi Nasution)