Meski pihak Dinas Lingkungan Hidup (LHK) bersama sejumlah anggota DPRD Deli Serdang sudah turun langsung ke lokasi, namun hingga Jumat, 8 Agustus 2025, tidak ada tindakan tegas yang diambil. Ironisnya, pihak PT Tun Sewindu justru semakin berani, seolah kebal hukum dan mendapat perlindungan dari oknum-oknum tertentu.
Salah satu tokoh instansi terkait, yang dikenal dengan sapaan Om Bus Man, saat dikonfirmasi awak media mengaku sudah turun langsung ke lokasi dan memasang patok batas. Ia dengan tegas menyatakan bahwa kawasan seluas 12 hektare yang dikelola PT Tun Sewindu tersebut adalah hutan lindung yang tidak boleh ada aktivitas komersial di dalamnya.
“Saya sudah pasang patok. Itu kawasan hutan lindung. Tidak boleh lagi ada aktivitas perusahaan di sana!” tegasnya.
Namun yang membuat publik semakin geram adalah dugaan bahwa rapat dengar pendapat (RDP) yang pernah digelar bersama DPRD Deli Serdang terkait kasus ini tak menghasilkan keputusan tegas. Ketua DPRD Zakky Sahari justru dinilai gagal menunjukkan sikap sebagai wakil rakyat yang berpihak pada hukum dan lingkungan. Bahkan muncul dugaan adanya keterlibatan langsung atau tidak langsung Zakky dalam kepentingan PT Tun Sewindu.
Mewakili masyarakat, Abdul Rahim, selaku penerima kuasa dari kelompok warga Pantai Labu, mengungkapkan bahwa pada Jumat pagi, 8 Agustus 2025, PT Tun Sewindu kembali bertindak semena-mena dengan memagari tambak tersebut menggunakan kawat duri sepanjang hampir 500 meter. Tidak hanya itu, mereka juga memasang plank bertuliskan ancaman pasal KUHP 551, seolah masyarakat yang protes justru sedang melanggar hukum.
“Kami masyarakat hanya menuntut keadilan. Kenapa perusahaan yang jelas-jelas menggarap kawasan hutan lindung dibiarkan begitu saja? Ini negara hukum, atau negara dagelan?” ujar Abdul Rahim dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, masyarakat dan kelompok pejuang lingkungan dari wilayah Pantai Labu meminta secara tegas agar Ketua DPRD Deli Serdang segera menegakkan hukum. Bukan hanya diam atau bermain dua kaki.
“Kami minta Ketua DPRD Zakky Sahari segera bersikap. Jangan biarkan hukum diinjak-injak oleh kepentingan pribadi atau golongan. Jika memang tidak mampu, lebih baik mundur dari jabatan!” seru Abdul Rahim, lantang.
Kasus ini mencerminkan potret buruknya penegakan hukum lingkungan di daerah. Ketika perusahaan dengan mudah menguasai hutan lindung dan aparat pemerintah terkesan membiarkan, maka yang jadi korban adalah rakyat dan masa depan lingkungan.
Kini publik menanti: apakah aparat penegak hukum dan DPRD Deli Serdang masih punya nyali untuk menindak tegas pelaku pelanggaran lingkungan? Atau justru akan terus bermain dalam senyap, sambil menunggu amarah rakyat membuncah.
(HTN)