BERAU —Proyek drainase dan semenisasi di Jalan Menuju SMA 7 Kedaung, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang baru selesai dikerjakan pada tahun anggaran 2025 dengan nilai kontrak mencapai Rp7.456.664.000 dari APBD, kini menuai sorotan tajam. Proyek yang baru saja rampung itu sudah mengalami keretakan di sejumlah titik, sehingga memunculkan dugaan kuat adanya mal konstruksi.
Kasus ini berawal dari temuan awak media yang mempersoalkan perbedaan keterangan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DPUPR Berau berinisial ML dengan pihak kontraktor pelaksana. PPK menyebutkan penggunaan besi wiremesh ukuran 10 inci, sementara kontraktor mengaku memakai wiremesh 6 inci. Perbedaan penyebutan tersebut menimbulkan tanda tanya besar soal spesifikasi teknis material yang digunakan dalam pekerjaan proyek tersebut.
Seorang guru di SMA setempat mengaku prihatin karena proyek yang baru selesai justru sudah retak di beberapa titik. Ia menilai kualitas pekerjaan sangat diragukan, apalagi semenisasi yang baru rampung seharusnya masih dalam kondisi baik sebelum dilakukan serah terima pekerjaan atau Provisional Hand Over (PHO).
Dugaan kecurangan semakin kuat setelah konsultan perencana mengungkap bahwa dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), pekerjaan drainase memang dipaketkan dengan pengerjaan semenisasi. Namun, ada indikasi penyusunan spesifikasi dilakukan secara sengaja untuk menggunakan material yang lebih murah, yakni wiremesh 6 alih-alih wiremesh 10 yang semestinya dipakai. Praktik ini ditengarai dilakukan demi menekan biaya namun mengorbankan kualitas pekerjaan.
Akibat rangka besi yang diduga tidak sesuai standar, konstruksi semenisasi mengalami keretakan dini. Publik menilai hal ini sebagai bentuk mal konstruksi yang merugikan masyarakat, karena uang negara yang diambil dari APBD seharusnya dipakai untuk pekerjaan berkualitas, bukan justru meninggalkan masalah.
Tanggapan Publik dan Desakan Sanksi
Warga sekitar pun angkat bicara. Mereka menyayangkan proyek bernilai miliaran rupiah itu sudah rusak sebelum PHO dilakukan. Masyarakat mendesak Pemkab Berau melalui DPUPR untuk:
Membongkar kembali pekerjaan yang bermasalah.
Memasukkan kontraktor ke daftar hitam (blacklist) agar tidak lagi memenangkan proyek pemerintah.
Mencopot PPK terkait yang diduga ikut terlibat dalam kongkalikong dengan kontraktor.
“Uang rakyat jangan main-main. Kalau terbukti ada pengurangan kualitas material, itu harus diproses hukum,” ujar salah satu tokoh masyarakat di Tanjung Redeb.
Aspek Hukum Dugaan Mal Konstruksi
Dari sisi hukum, dugaan penyimpangan dalam proyek ini dapat mengarah pada beberapa pelanggaran:
Undang-Undang Jasa Konstruksi (UU No. 2 Tahun 2017):
Pekerjaan konstruksi wajib memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan. Penggunaan material tidak sesuai spesifikasi bisa dikategorikan mal konstruksi.
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001):
Bila terbukti adanya praktik kongkalikong antara PPK dengan kontraktor untuk menurunkan kualitas material demi keuntungan pribadi, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Sanksi Administratif:
Kontraktor dapat dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist) dan dilarang mengikuti tender proyek pemerintah. Pejabat PPK juga berpotensi diberhentikan dari jabatannya.
Kasus proyek drainase dan semenisasi di Jalan Menuju SMA 7 Kedaung, Berau, menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan lapangan. Publik kini menunggu langkah tegas Pemkab Berau maupun aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan mal konstruksi bernilai miliaran rupiah ini.
Jika benar terbukti ada praktik permainan anggaran dan pengurangan spesifikasi material, maka proyek ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan juga persoalan hukum yang berpotensi menyeret pihak-pihak terkait ke ranah pidana korupsi.***
(ABDUL RAHMAN)