TOBA - Konflik agraria yang melibatkan warga ulayat yang secara turun temurun telah menguasai fisik lahan di beberapa daerah di Sumatera Utara (Sumut) khususnya di Kabupaten Toba dengan perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL), kembali bergejolak.
Konflik yang telah berulang kali terjadi ini, seakan tidak pernah berhenti. Adanya dugaan kepentingan antara penguasa dan pengusaha mengakibatkan warga yang bermata pencarian sebagai petani dan berkebun dilahan yang telah mereka huni secara turun temurun menjadi terancam, baik dari segi ekonomi dan psikologis.
Intimidasi psikologis hingga tindakan kekerasan justru telah dialami oleh kedua belah pihak yang saling klaim atas legalitas penguasaan lahan. Sementara pemerintah yang diharapkan membuat keputusan dan kebijakan belum juga memberikan ketegasan.
Dalam salah satu postingan di akun medsos Par Pasaribu yang juga diketahui sebagai Ketum Fopermas Habornas terlihat mengupload sebuah postingan dengan judul Surat Terbuka yang ditujukan kepada Direksi PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
Berikut Surat Terbuka yang diunggah di medsos oleh akun Par Pasaribu :
SURAT TERBUKA
Kepada yth.
Direksi Toba Pulp Lestari
Kami mohon agar tidak melakukan penanaman paksa eukaliptus di wilayah Desa Natumingka.
Karena Desa Natumingka Sudah ada Surat Perjanjian dengan TPL untuk tidak menanam eukaliptus lagi setelah panen 2024.
Bacalah Surat Perjanjian itu diatas meterai, berstempel TPL lengkap dengan saksi-saksi dan ditanda tangani tanpa paksaan dari manapun. Dibuat pada tahun 2024, saat mau menebang Eukaliptus.
Tapi nyatanya TPL datang mau menanam eukaliptusnya, untung sudah kita laporkan kemana-mana. Mulai dari Kapolres, Kapolda dan Bupati. Akhirnya mereka mikir dan balik Badan.
Dengar ini TPL, masyarakat tetap bertahan pegang isi Surat Perjanjian dan kalau TPL. masih tetap mau melakukan tanam paksa di Desa Natumingka, maka Forum Perjuangan Masyarakat Habornas atau Forpemas Habornas (Bukan hanya Desa Natumingka lagi) akan melawan dan siap dengan perang besar dengan TPL.
Apabila perang besar terjadi, kami harap Pemerintah tidak menyalahkan kami, karena kami sudah menyurati Instansi terkait di Negeri ini, mulai dari Presiden sampai Camat, mulai dari Kapolda sampai Kaposek. Karena kalau kalian masih tetap langgar berarti TPL sudah bertindak diatas Negara dan wajib harus dilawan.
Salam NKRI
#konflik #natinggir #sipahoras #tpl
Diteruskan kepada Yth.
Bapak :
Presiden RI Prabowo Subianto
Wakil Presiden RI Gibran
Rakabuming
Ketua Dewan Ekonomi RI Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni
Kementerian Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sekretariat Kabinet Setkab RI
Sekretariat Wakil Presiden
Sekretariat Wakil Presiden RI
Ditjen Gakkum
Kapolri Listyo Sigit Prabowo
Gubernur Sumut Bobby Nasution
Kapolda Sumut Polda Sumatera Utara
Bupati Kab.Toba Effendi Napitupulu
Kapolres Toba Polres Toba
Turut di unggah dalam postingan tersebut surat perjanjian antara salah satu desa dengan TPL yang dibuat pada tahun 2024 lalu, yang telah memenuhi koridor secara substansi hukum.
Sebagaimana diketahui Pemerintah bersama DPR telah mengeluarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No. 5 Tahun 1960) tentang Pengakuan Hak Ulayat, Pasal 3 UUPA menyatakan bahwa Hak Ulayat diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.
Sementara itu Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Adat, secara substansi hukum mempunyai tujuan utama adalah untuk memberikan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat atas tanah ulayat mereka.
Undang-Undang beserta peraturan sebagai landasan hukum telah ada sebagai pedoman, hanya menunggu kebijakan dan ketegasan pemerintah, apakah menjadi penonton dan membiarkan pertumpahan darah terjadi ataukah "Hukum adalah Panglima" harus ditegakkan dan bukan cuma slogan saja di Negara tercinta ini.
(Afrialdi Nasution)