LUBUK LINGGAU – Permasalahan sampah yang semakin mengkhawatirkan di Kota Lubuklinggau kini menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Feri Isrop, S.H., yang pada Minggu (28/9/2025) menawarkan sebuah program strategis kepada pemerintah kota dalam rangka pengelolaan sampah rumah tangga.
Dalam keterangannya kepada awak media, Feri menegaskan bahwa pertumbuhan penduduk yang terus meningkat di Lubuklinggau membawa konsekuensi besar terhadap timbulan sampah.
“Lubuklinggau adalah kota berkembang dengan jumlah penduduk mencapai 245.287 jiwa pada 2024. Dari angka tersebut, 65,25 persen berada di usia produktif. Semakin tinggi konsumsi, semakin tinggi pula produksi sampah. Jika tidak dikelola, ancamannya sangat nyata,” tegasnya.
Data menunjukkan bahwa rata-rata setiap warga Lubuklinggau menghasilkan 0,7–1 kg sampah per hari. Artinya, secara teori kota ini berpotensi menghasilkan 171–245 ton sampah rumah tangga setiap harinya. Fakta di lapangan memang berbeda, pada kondisi normal hanya sekitar 41 ton per hari. Namun, pada momen tertentu seperti bulan Ramadan, angka ini bisa melonjak drastis hingga lebih dari 178 ton per hari.
“Kondisi ini jelas menggambarkan bagaimana pola konsumsi masyarakat berpengaruh besar terhadap volume sampah. Tanpa strategi yang matang, TPA Lubuk Binjai akan kewalahan,” ungkap Feri.
Menurut kajian proyeksi, dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, volume sampah yang masuk ke TPA bisa mencapai 413.727,30 m³. Untuk menampungnya, diperlukan tambahan lahan sekitar 8,293 hektar. Hal ini dikhawatirkan mempercepat beban lingkungan, baik dari sisi pencemaran, kesehatan, maupun potensi banjir akibat saluran air yang tersumbat.
Sebagai solusi, Feri menawarkan konsep program “Kota Bebas Sampah Rumah Tangga” dengan pendekatan “Satu Kelurahan Satu Alat Angkut.” Program ini menekankan penguatan pengelolaan sampah sejak dari sumbernya, yakni rumah tangga, hingga ke TPA.
Menurutnya, program ini memiliki lima tujuan utama:
1. Mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan berkelanjutan di seluruh kelurahan.
2. Meningkatkan kesadaran serta partisipasi masyarakat dalam memilah dan mengelola sampah rumah tangga.
3. Mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA.
4. Menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman.
5. Mengoptimalkan pemanfaatan anggaran serta sumber daya pengelolaan sampah kota.
“Strategi ini bukan hanya teknis, tapi juga sosial dan kultural. Masyarakat harus menjadi aktor utama dalam menjaga lingkungan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, harus ada kolaborasi,” kata Feri.
Feri menambahkan, pengelolaan sampah bukan semata soal teknis angkut buang, melainkan tantangan multidimensi. Jika diabaikan, dampaknya bisa luas: pencemaran lingkungan, merebaknya penyakit, hingga ancaman banjir akibat tumpukan sampah anorganik yang menutup saluran air.
“Kalau masalah ini tidak segera dikelola dengan baik, yang terancam bukan hanya lingkungan, tapi juga kesehatan masyarakat dan keberlangsungan pembangunan kota,” ujarnya.
Dengan adanya strategi yang ia tawarkan, Feri berharap Pemerintah Kota Lubuklinggau dapat menjadikan isu sampah sebagai prioritas pembangunan berkelanjutan. Ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif.
“Kita ingin Lubuklinggau menjadi kota yang bukan hanya maju secara ekonomi, tapi juga bersih, sehat, dan berdaya saing. Program ini adalah langkah awal menuju itu,” tutupnya.
( Guntur )