• Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kabupaten Banyuasin

    Sports

    Ombudsman RI Mendesak Pemerintah, Khususnya BGN, Untuk Segera Melakukan Perbaikan Mendasar Dalam Penyelenggaraan Program MBG

    Sunday, October 19, 2025, 23:25 WIB Last Updated 2025-10-19T16:25:41Z


    PEMALANG - Dari hasil kajian Ombudsman RI, dijabarkan bahwa terdapat delapan masalah utama dalam penyelenggaraan program MBG. 

    -Pertama, kesenjangan yang lebar antara target dan realisasi capaian.

    -Kedua, maraknya kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah.

    -Ketiga, permasalahan dalam penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan dan rawan konflik kepentingan.

    -Keempat, keterbatasan dan penataan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan relawan.

    -Kelima, ketidak sesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar " Acceptable Quality Limit" (AQL) yang tegas.

    -Keenam, penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten, khususnya Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).

    -Ketujuh, distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah. 

    -Kedelapan, sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data.                          


    ''Delapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik, bahkan telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat, sehingga diperlukan langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan agar tujuan utama program Makan Bergizi Gratis sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan menyejahterakan rakyat tetap terjaga,'' hal tersebut disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, pada pekan terakhir bulan September, Selasa (30/9/2025) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.



    Ombudsman RI mendesak pemerintah, khususnya BGN, untuk segera melakukan perbaikan mendasar dalam penyelenggaraan program MBG. Perbaikan tersebut mencakup penyempurnaan regulasi kemitraan dengan menegakkan prinsip kepastian waktu, keterbukaan, dan akuntabilitas, serta penguatan sumber daya manusia dan sistem administrasi agar pembayaran maupun koordinasi berjalan lebih lancar.


    Ombudsman juga mendorong keterlibatan penuh BPOM dalam pengawasan keamanan pangan dan distribusi, pembangunan dashboard digital untuk pemantauan real-time mutu bahan, distribusi, serta penggunaan anggaran, dan jaminan perlindungan serta kompensasi bagi guru yang dilibatkan dalam proses distribusi.


    Terkait evaluasi pelaksanaan SPPG, Ombudsman RI memberikan sejumlah saran perbaikan. "Bagi SPPG yang telah menimbulkan insiden kesehatan harus dihentikan  untuk dievaluasi. SPPG yang berjalan normal tetap dipantau dan dipastikan tidak terjadi insiden kesehatan di kemudian hari. Bagi yang belum beroperasi, harus memenuhi sertifikasi keamanan pangan dan semua SOP dilakukan menujuzero incident," tegas Yeka.


    Ombudsman RI menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi pelaksanaan program MBG sekaligus mendorong perbaikan layanan publik demi pemenuhan hak dasar masyarakat. "Semoga saran yang disampaikan Ombudsman dapat segera dilaksanakan dan segera berbenah. Pada akhirnya keberhasilan MBG dilihat dari tata kelola yang baik, penggunaan anggaran yang akuntabel, dan penerapan sertifikasi pangan menuju zero accident di setiap SPPG,"

     

    Melansir dari pemberitaan https://ombudsman.go.id/news, disebutkan bahwa "Ombudsman Republik Indonesia juga menemukan empat potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yaitu, "PENUNDAAN BERLARUT, DISKRIMINASI, TIDAK KOMPETEN, DAN PENYIMPANGAN PROSEDUR", temuan ini merupakan hasil kajian cepat (Rapid Assessment) yang disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika. 


    Program MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran Rp71 triliun pada 2025 dan menempatkan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai koordinator utama.


    Namun, hingga September 2025 Ombudsman mencatat baru 26,7 persen Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berfungsi. Kesenjangan ini menimbulkan risiko besar tidak tercapainya target layanan di tahun berjalan.


    Lebih lanjut Yeka menjabarkan, potensi maladministrasi penundaan berlarut ditemukan proses verifikasi mitra tanpa kepastian waktu dan keterlambatan pencairan honorarium staf lapangan. Selain itu, teridentifikasi adanya diskriminasi berupa potensi afiliasi yayasan dengan jejaring politik yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam penetapan mitra.


    Dari sisi kompetensi, kelemahan terlihat pada penerapan standar operasional prosedur, misalnya dapur tidak menyimpan catatan suhu atau Retained Sample.


    Sementara itu, penyimpangan prosedur terjadi dalam bentuk pengadaan bahan yang tidak sesuai kontrak, misalnya ditemukan beras kualitas medium diterima meskipun dalam kontrak tertulis premium.


    "Empat bentuk maladministrasi ini bukan hanya mencerminkan lemahnya tata kelola, tetapi juga menjadi pengingat penting bahwa prinsip pelayanan publik-kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009-harus ditegakkan secara konsisten," Pungkasnya.


    (Eko B Art).

    Komentar

    Tampilkan