• Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kabupaten Banyuasin

    Sports

    Praktik Rangkap Jabatan Berpotensi Menimbulkan Konflik Kepentingan Yang Serius

    Sunday, October 19, 2025, 19:58 WIB Last Updated 2025-10-22T01:30:26Z

    PEMALANG - Data Ombudsman RI (2020) menemukan 397 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan, serta 167 komisaris di anak usaha. Sebagian di antaranya menerima penghasilan ganda. Profiling KPK atas data tersebut menunjukkan 49 persen komisaris tidak sesuai kompetensi teknis, sementara 32 persen lainnya berpotensi mengalami konflik kepentingan.


    Kajian KPK tahun 2024 secara spesifik menyoroti hubungan antara rangkap jabatan dan remunerasi. Temuan ini menegaskan bahwa komponen remunerasi yang beragam, termasuk pendapatan dari rangkap jabatan, memicu disparitas dan mengurangi transparansi total pendapatan (take-home pay). Praktik 'double dipping', atau menerima penghasilan ganda, menciptakan insentif yang keliru, memperlebar ketimpangan pendapatan antar instansi/level, dan berisiko mengganggu fokus serta objektivitas pejabat dalam mengambil keputusan.


    Solusi kebijakan yang didorong oleh KPK adalah menyederhanakan sistem remunerasi menjadi single salary, di mana porsi gaji pokok mencapai 95-97% dari total pendapatan. Sistem ini akan menghilangkan penghasilan ganda dari rangkap jabatan. Jika rangkap jabatan terjadi karena penugasan negara, pejabat yang bersangkutan harus memilih salah satu sumber penghasilan.


    Saat ini, KPK bersama kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) dan Kementerian BUMN, sedang berusaha merumuskan aturan baru untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang larangan rangkap jabatan. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi dan memperbaiki tata kelola di sektor publik.


    Melansir dari pemberitaan https://jaga.id/berita., disebutkan bahwa, "Terdapat beberapa kebijakan yang menjadi isu dalam kajian ini. Pertama, perlu dibuat payung hukum nasional untuk mengatur konflik kepentingan dan rangkap jabatan. Aturan ini akan mencakup definisi yang jelas, ruang lingkup, klasifikasi konflik, dan daftar larangan untuk jabatan-jabatan "kritis." Aturan ini juga akan mengatur mekanisme izin, kewajiban pengungkapan publik, dan sanksi yang berjenjang".


    Kedua, penting adanya sinkronisasi regulasi. Peraturan baru ini akan diselaraskan dengan berbagai undang-undang yang sudah ada, seperti UU BUMN, UU ASN, dan UU Pelayanan Publik, serta pedoman dari KemenpanRB dan surat saran dari Ombudsman.


    Ketiga, perlunya dilakukan perbaikan sistem remunerasi bagi pejabat publik. KPK mengusulkan sistem single salary yang melarang adanya penghasilan ganda dari rangkap jabatan. Jika rangkap jabatan dilakukan karena penugasan negara, pejabat yang bersangkutan harus memilih salah satu sumber penghasilan. Selain itu, KPK juga mengusulkan pembentukan komite remunerasi independen di BUMN dan perbaikan sistem pensiun.


    Terakhir, perlu adanya standarisasi Prosedur Operasional Standar (SOP) investigasi konflik kepentingan di lembaga publik. Hal ini bertujuan untuk memastikan identifikasi, klasifikasi, dan penanganan konflik dapat dilakukan secara sistematis dan seragam. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menindaklanjuti putusan MK dan menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi.

     

    Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas menguatkan larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara, khususnya wakil menteri, melalui Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang membatalkan ketentuan yang membolehkan wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN atau swasta, serta pimpinan lembaga yang dibiayai APBN/APBD. Putusan ini menegaskan bahwa pejabat publik harus fokus di satu jabatan untuk menghindari potensi benturan kepentingan yang menjadi pintu masuk praktik korupsi


    Hakim Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan larangan tersebut penting untuk membenahi tata kelola kementerian/lembaga publik agar lebih bersih, akuntabel, dan transparan. Larangan rangkap jabatan diharapkan dapat menghilangkan praktik rangkap penghasilan dan konflik kepentingan yang selama ini sering memicu kasus korupsi di pemerintahan. Konsentrasi tugas penuh di satu jabatan juga akan meningkatkan efektifitas pengawasan dan kinerja pejabat negara.


    Rangkap jabatan, terutama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga publik, telah lama menjadi sorotan. Keadaan ini dapat melemahkan fungsi pengawasan, membuka peluang penyalahgunaan wewenang, dan menurunkan kualitas pengambilan keputusan. Praktik rangkap jabatan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang serius, karena seorang pejabat yang memegang lebih dari satu jabatan pada waktu yang sama bisa mengalami benturan antara kewajiban dan kepentingan dalam jabatan-jabatan yang dipegang. Konflik kepentingan ini berpotensi mendorong terjadinya tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang.


    Selain itu, rangkap jabatan dapat menurunkan profesionalisme dan independensi pejabat publik. Beban kerja ganda akan mengurangi fokus dan kapasitas pejabat dalam menjalankan tugas secara optimal, sehingga berdampak negatif terhadap efektivitas kinerja lembaga dan kualitas pelayanan publik. Praktik ini juga dapat mengurangi akuntabilitas karena sulit mengawasi pejabat yang memiliki beberapa jabatan sekaligus, sehingga memperlemah mekanisme pengawasan dan memudahkan praktik penyimpangan.


    (Eko B Art)

    Komentar

    Tampilkan