Mudjiati, 63, salah seorang petani asal Desa Bulupasar, Pagu mengatakan bahwa harga cabai saat ini tengah merosot. Jika sebelumnya sedikitnya mencapai Rp 20 ribu, saat ini hanya sekitar Rp 12 ribu.
“Sekarang memang masih mandap. Kalau bulan 12 biasane larang,” jelas Mudjiati saat ditemui di sawahnya.
Dia menduga hal itu disebabkan stok yang melimpah. Di desanya saja, banyak petani yang mulai panen. “Katanya di daerah gunung juga lagi banyak yang panen,” terang ibu 63 tahun itu.
Selain harga yang murah, menurutnya dia juga terkendala dengan hasil panen yang tidak optimal. Cabai miliknya banyak yang berjatuhan dari pohon sebelum waktunya panen. Hal itu dikarenakan buah mengalami pembusukan di pohon.
Hal itu menyebabkan hasil panenan berkurang. Dari lahan 100 ru, dia biasanya panen 70-100 kilogram.
Namun kali ini hanya 25 kilogram. “Gak tau kenapa cabainya gogrok,” jelasnya sembari memperkirakan hal itu dikarenakan cuaca.
Terpisah, Ketua Asosiasi Petani Cabai Indonesia (APCI) Kabupaten Kediri Suyono mengakui faktor cuaca menjadi tantangan tersendiri.
Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan produksi cabai rawit merah fluktuatif. Begitu pula dengan cabai merah besar dan cabai merah keriting.
"Akhirnya harga masih fluktuasi sekali. Tidak mesti kandang turun kadang sebaliknya,” jelas Suyono.
Menurutnya adapun saat ini cabai merahbesar dan cabai merah keriting masih memiliki harga yang aman.
Namun, untuk cabai rawit merah harganya sedang rendah. “Cabai rawit merah sudah di bawah BEP (Break Even Point, red) petani bisa-bisa merugi,” tandasnya.
(Taufiqurrohman)






















