Nias Selatan – Program ketahanan pangan Desa Olanori, Kecamatan Siduaori, Kabupaten Nias Selatan, kembali menjadi sorotan publik setelah Tim Pengelola Kegiatan (TPK) baru mengungkap adanya sejumlah persoalan terkait penggunaan anggaran serta kondisi lapangan yang dinilai memprihatinkan dan tidak layak untuk dilanjutkan.
Hal ini di ungkapkan oleh ketua dan bendahara TPK baru dan masyarakat saat turun kelokasi meninjau lahan Ketahanan pangan Desa olanori. Jumat, 05/12/2025.
Sozisokhi Baene, Sebagai Ketua TPK Baru, menjelaskan bahwa anggaran ketahanan pangan Desa Olanori tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp. 170 juta kurang lebih, sesuai alokasi 20% dari Dana Desa. Dari total anggaran tersebut, tahap I sebesar 60% telah dicairkan dan dikelola oleh TPK sebelumnya.
Sozisokhi mengungkapkan, setelah SK pengangkatan TPK baru diterbitkan pada 13 November 2025, pihaknya langsung menindaklanjuti tugas dengan membuka rekening bank pada 20 November 2025. Namun hingga kini, TPK baru belum menerima dana sepeserpun masuk ke rekening.
“Sayangnya sampai saat ini dana belum juga masuk ke rekening kami. Kami kewalahan menjalankan tugas sesuai tupoksi,” ujar Sozisokhi.
Ia menambahkan bahwa satu minggu sebelumnya TPK baru telah menyurati Kepala Desa untuk mempertanyakan keberadaan dana tersebut, tetapi belum mendapat jawaban.
Kondisi Tanaman Jagung Dinilai Gagal
TPK baru juga menyoroti hasil kerja TPK lama terkait budidaya jagung dalam program ketahanan pangan. Menurut mereka, tanaman jagung yang seharusnya menjadi andalan program justru tampak terbengkalai.
“Jagung umur normalnya 3–4 bulan sudah bisa panen. Tapi ini sudah hampir dua bulan tidak pernah dibersihkan atau dipupuk. Yang terlihat bukan jagung, tapi rumput yang semakin semak,” jelas Ketua TPK.
Oleh Karena itu, TPK baru menilai bahwa melanjutkan perawatan tanaman tersebut hanya akan membuang waktu dan anggaran. Mereka menyarankan agar lahan baru saja yang dibuka untuk melanjutkan program.
Sozisokhi menegaskan bahwa pihaknya bekerja atas dasar kepercayaan masyarakat dan tokoh-tokoh desa. Karena itu, mereka menuntut adanya pertanggungjawaban resmi dari TPK lama.
“Kami tidak berani melanjutkan program ini jika pertanggungjawaban TPK lama dan RAB lengkap tidak diserahkan. Serah terima aset yang dibeli dari anggaran 60% itu harus jelas,” tegasnya.
Waktu yang sama, Lasali Baene, Bendahara TPK Baru, meminta Pemerintah Kabupaten Nias Selatan, Kecamatan Siduaori, serta Pemerintah Desa Olanori untuk melakukan audit terhadap penggunaan dana ketahanan pangan tahap I yang 60% jika diperkirakan kurang lebih 100 juta.
Ia juga mengungkapkan susunan pengurus TPK ketahanan pangan lama sesuai yang disampaikan oleh kades Olanori, yakni:
Ketua: Talizanolo Tafonao (Sebagai Kepala Wilayah)
Sekretaris: Tehesokhi Baene (A. Trifen) – Ketua BPD Olanori
Bendahara: Faoto Hulu (A. Anggi) – Wakil Ketua BPD
Menurut Lasali, program ketahanan pangan semestinya menjadi upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, bukan sekadar formalitas.
“Kami menduga kinerja TPK lama hanya formalitas untuk menghabiskan anggaran saja. Kami berharap pengelolaan dana 60% itu ditinjau dan diaudit,” tegasnya.
Tokoh masyarakat sekaligus pemilik lahan, Ama Sediri Baene, turut menyayangkan buruknya kondisi tanaman jagung yang dikelola TPK lama.
“Tanaman jagung sangat memprihatinkan. Yang terlihat malah rumput, bukan jagungnya, padahal usianya hampir dua bulan. Melanjutkan perawatan hanya sia-sia dan merugikan negara,” ujarnya.
Awak media ini juga turun secara langsung dilapangan untuk melakukan investigasi terkait informasi ketahanan pangan Desa olanori dari masyarakat, Ternyata benar dan sangat memperhatinkan, terkesan di kerjakan asal jadi.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Olanori belum memberikan keterangan resmi terkait persoalan dana maupun kondisi program ketahanan pangan yang telah di konfirmasi awak media melalui Nomor seluler WhatsAppnya.
(FT)


























