TEBO - Di negeri yang katanya berlandaskan keadilan sosial, seorang anak perempuan bernama Elia tinggal di RT 025, Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo propinsi jambi, hidup dalam sunyi bukan karena ia bisu, tapi karena negara seolah tak kenal warganya tuli. Sejak mengalami cacat fisik sembilan tahun silam, Elia belum pernah sekalipun tersentuh bantuan dari pemerintah. Bukan dari pusat, bukan provinsi, bukan kabupaten, bahkan pemerintah desa pun memilih menunduk lewat.
Ketika media menyambangi kediamannya pada hari kamis (26/6/2025), sang ayah, A/N Harefa, hanya bisa menahan getir. Di rumah sederhana yang bahkan terlalu malu disebut layak huni, ia menuturkan bahwa Elia tak pernah masuk daftar penerima bantuan. Tak satu pun bantuan sosial, kesehatan, ataupun pendidikan menyentuh anaknya.
Elia hanya butuh satu hal dari negara: diakui,” ujarnya, lirih. Tapi rupanya, dalam daftar panjang program sosial dan anggaran jumbo bertajuk ‘pro rakyat’, nama Elia tetap nihil. Mungkin karena lebih mudah bagi pemerintah untuk mencetak baliho daripada mendata yang tak terlihat di pusat kekuasaan"
Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 sudah lebih dari cukup bicara. Pasal 27 Ayat (2) menyebut bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Maka seharusnya, siapa pun yang bernama warga negara termasuk Elia, punya hak yang sama. Tapi di Muara Kilis, konstitusi rupanya tak berkaki, tak bersepatu, dan tak sanggup menyeberangi jalan berlumpur.
Pemerintah Desa Muara Kilis hingga kini belum memberi klarifikasi. Mungkin mereka sedang sibuk menata anggaran musrenbang yang lebih instagramable. Atau mungkin, Elia tak cukup viral untuk jadi prioritas.
Sementara itu, sang ayah berharap ada perubahan. “Kami mohon, anak saya bisa didaftarkan di kantor desa agar dapat bantuan yang seharusnya ia terima sejak lama,” ujarnya.
Ironis. Di tengah gempita janji-janji pembangunan dan jargon inklusi sosial, Elia tumbuh dalam diam,Tumbuh dalam penderitaan selama 9 tahun tapi diabaikan oleh sistem yang katanya pro-kemanusiaan. pro Rakyat Ia tidak meminta lebih, hanya ingin dihitung sebagai manusia sebagai kewargaan Republik indonesia Terdata dalam sistem_pemerintah di anggap gagal dan lalai mendata warga dalam sistem "dalam hal ini siap yang mau di salahkan"Rupanya masih banyak yang tidak bersepatu tidak berkaki takut jalan lumpur tidak mau menyebrangi "cuma bisa menunggu bulanan_
Pemerintah sibuk mikirin pembangunan sibuk mikir bansos "tapi warga terdampar menahan penderitaan tidak yang hadir- apa masih adakah landasan Sosial pemerintah kita di Negeri yang Sangat kita Cintai ini" pemerintah _hadir saat kampanye Absen saat di butuhkan
(M. Harefa)