LAMPUNG TIMUR – Dugaan praktik pemotongan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Lampung Timur kembali mencuat. Informasi yang dihimpun, setiap PNS di wilayah tersebut dipungut sebesar Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per bulan dengan dalih iuran untuk Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Bumei Tuah Pepadan.
Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung Timur, Azzohirri, Z.A., S.Pd.I, menegaskan pihaknya telah menerima bukti terkait dugaan pungutan tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa informasi yang diterima kepemimpinan koperasi sempat dipegang oleh Marsan—saat itu menjabat Kadis, kini Kepala Dinas Pendidikan—sebelum beralih kepada Fauzi yang kini menjabat Sekcam Gunung Pelindung, kabupaten Lampung timur
“Saya dapat informasi kalau dulu ketua koperasi tersebut adalah Marsan, yang sekarang menjabat Kepala Dinas Pendidikan. Kemudian transisi ke Fauzi. Pertanyaannya, apakah koperasi ini berjalan sesuai aturan? Apakah ada Rapat Anggota Tahunan (RAT), audit oleh akuntan publik, serta transparansi laporan keuangan?” tegas Azzohirri, Rabu (17/9/2025).
Azzohirri menambahkan, jika setiap ASN dipotong Rp20 ribu per bulan maka dalam setahun nilainya mencapai Rp240 ribu per orang. Dengan jumlah ASN di Lampung Timur yang mencapai sekitar 5.000 orang, total iuran tersebut bisa mencapai Rp1,2 miliar per tahun. Jika praktik ini berlangsung selama 10 tahun, maka dana yang terkumpul bisa mencapai Rp12 miliar.
“Ini bukan angka kecil. ASN dipotong setiap bulan, tapi kondisi kantor koperasi justru terbengkalai. Hal ini jelas menimbulkan tanda tanya besar ke mana aliran dana tersebut,” ujarnya.
Awak media juga sempat meminta konfirmasi langsung kepada Marsan pada Rabu (17/9/2025). Melalui pesan WhatsApp, Marsan menyatakan tidak mengetahui persoalan tersebut.
“Maaf terkait itu saya nggak paham, yang paham pengurusnya,” jawab Marsan singkat. Saat ditanya siapa pengurus koperasi saat ini, Marsan kembali menjawab, “Saya nggak tahu pengurusnya.”
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi wajib melaksanakan prinsip keterbukaan, pengelolaan secara demokratis, serta menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai forum pertanggungjawaban pengurus kepada anggota.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 19/Per/M.KUKM/IX/2015 ditegaskan bahwa koperasi simpan pinjam dan koperasi pegawai negeri harus diaudit oleh akuntan publik bila sudah mengelola dana dalam jumlah besar.
Azzohirri menegaskan, desakan agar kasus ini diungkap tidak hanya datang dari kalangan media. Sejumlah anggota koperasi PNS di Lampung Timur juga telah menyampaikan keluhannya dan meminta bantuan IWO untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan tersebut.
“Beberapa anggota koperasi langsung meminta kepada kami untuk membantu mengungkap persoalan ini. Karena mereka merasa selama ini hanya dipotong, tapi tidak pernah tahu jelas ke mana arah dan pemanfaatan dana tersebut,” ungkap Azzohirri.
Ketua IWO Lamtim, Azzohirri, Z.A., S.Pd.I, yang juga pernah memimpin Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung Timur selama dua periode serta menjabat sebagai Ketua Komisi III DPRD Lampung Timur periode 2014–2019 dari Fraksi Partai Golkar, menegaskan agar aparat penegak hukum (APH) turun tangan untuk mengusut dugaan penyimpangan dana koperasi tersebut.
“Kami minta APH serius menyelidiki, agar jelas apakah koperasi ini benar-benar berjalan sesuai aturan atau hanya menjadi beban potongan bagi pegawai negeri,” pungkasnya.(Iman)