 |
| Dok : saat menunjau lokasi penanaman pohon pisang di tengah jalan Umum desa SKM |
Nias Selatan – Pemerintah Desa Sukamaju Mohili bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menghadiri undangan dari Polsek Gomo dalam rangka mediasi kasus penanaman pohon pisang di jalan umum Desa Sukamaju Mohili, Kecamatan Gomo, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Mediasi tersebut digelar pada Senin, 3 November 2025, dan dilanjutkan dengan klarifikasi pada Kamis, 6 November 2025.
Kasus ini bermula dari tindakan Fatoro’o Telaumbanua alias Ama Triska, yang menanam pohon pisang di tengah jalan umum desa. Dalam mediasi, pihak pelaku tetap bersikeras bahwa lahan tersebut merupakan miliknya dan menolak mengakui statusnya sebagai jalan umum.
Kepala Desa Sukamaju Mohili, Yulianus Laia, S.Pd, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah Polsek Gomo yang memfasilitasi mediasi bersama pihak Kecamatan Gomo, perangkat desa, BPD, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda.
 |
| Dok : Saat Mediasi Yang dilakukan oleh Polsek Gomo, yang dihadiri langsung oleh Kaspem, BPD SKM serta Tokoh desa SKM |
“Kami sangat mengapresiasi mediasi yang dilakukan Polsek Gomo. Namun sangat disayangkan, pelaku tetap bersikeras melanjutkan penanaman pohon pisang di jalan umum dengan alasan lahan tersebut miliknya,” ujar Yulianus Laia.
Kades Sukamaju Mohili juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Nias Selatan melalui Bupati segera mengambil tindakan hukum terhadap pihak yang merusak dan menghalangi akses jalan umum.
“Kami berharap Pemerintah Kabupaten Nias Selatan memberikan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku kepada siapa pun yang merusak fasilitas umum yang telah digunakan masyarakat selama puluhan tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Fatoro’o Telaumbanua alias Ama Triska dalam mediasi menyatakan tetap akan mengelola lahan tersebut karena merasa tidak pernah menerima surat hibah ketika pembangunan jalan dilakukan.
“Saya tidak melarang warga lewat, baik pejalan kaki maupun kendaraan roda dua, tapi untuk mobil tetap saya palang,” ungkapnya dalam pertemuan tersebut.
 |
| Dok : Berita acara asil dari mediasi yang dilakukan oleh Polsek Gomo |
Dari pihak kepolisian,
Brigadir H. Hutauruk, penyidik pembantu Unit Reskrim Polsek Gomo, menjelaskan bahwa jalan yang disengketakan telah digunakan masyarakat selama 18 tahun, sejak tahun 2007, dengan panjang sekitar 61 meter.
“Terlapor mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya. Namun hasil mediasi belum mencapai kesepakatan karena beberapa tuntutan dari pihak terlapor tidak dapat dipenuhi,” jelasnya.
Adapun tuntutan yang disampaikan Fatoro’o Telaumbanua dalam mediasi antara lain:
-
Menuntut ganti rugi sebesar Rp100 juta kepada Pemerintah Desa jika lahan tersebut tetap digunakan sebagai jalan umum.
-
Jika tuntutan tidak dipenuhi, ia akan tetap menguasai lahan dan melarang kendaraan roda empat melintas.
-
Menyatakan siap menanggung segala risiko sosial dan hukum atas tindakannya.
Setelah mediasi berakhir dan berita acara dibuat, pihak Polsek Gomo menyarankan agar pihak yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum apabila kejadian serupa kembali terjadi.
“Kami telah memfasilitasi mediasi. Jika masih terjadi pelanggaran, pihak yang dirugikan disarankan membuat laporan resmi untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” tutup Unit Reskrim Polsek Gomo.
(Filsuf)