-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kabupaten Banyuasin

    Sports

    Kasus Pungli Parkir Ilegal, Dirut PT Pancatama Divonis Paling Berat dari Delapan Anak Buahnyan

    Wednesday, December 17, 2025, 15:38 WIB Last Updated 2025-12-17T08:38:06Z


    BANTEN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang menjatuhi hukuman tiga tahun penjara kepada Direktur Utama PT Pancatama Putra Mandiri, Nanang Nasrulloh, dalam perkara pungutan liar parkir ilegal di Kawasan Industri Pancatama, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang.Rabu (17/12/2025)


    Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Diah Astuti dalam sidang pada Selasa (16/12/2025).


    Dalam amar putusannya, majelis menyatakan Nanang terbukti secara sah bersalah dan meyakinkan melakukan pemerasan secara bersama-sama.


    “Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun kepada terdakwa Nanang Nasrulloh,” kata Diah.


    Selain Nanang, majelis hakim juga menghukum delapan terdakwa lain yang merupakan anak buah Nanang. Mereka terlibat dalam praktik pungli tersebut, antara lain, Ismanto, Rohmatulloh, Tobri Jainudin, Regi Andyska Juniawan, Suherman Jemani, Saprudin Edi Suhaedi, Supandi dan Supriyadi masing-masing dijatuhi pidana dua tahun enam bulan penjara.


    Vonis tersebut, kata Hakim, lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang yang sebelumnya menuntut seluruh terdakwa dengan pidana empat tahun penjara.


    Dalam pertimbangan putusan, Hakim Anggota Bony Daniel menyebut praktik pungutan parkir ilegal dilakukan secara terorganisasi dengan pembagian peran yang jelas dan mengatasnamakan perusahaan.


    Bony menguraikan, Regi Andyska berperan sebagai pelaksana pemungutan di lapangan. Uang hasil pungutan itu, kemudian diserahkan kepada Tobri Jainudin selaku koordinator, lalu diteruskan kepada Supriyadi sebagai pengawas.


    Selanjutnya, dana hasil pungutan itu disetorkan kepada Dadang yang berstatus buron dan menjabat Direktur Operasional, sebelum akhirnya dilaporkan kepada Nanang selaku Direktur Utama.


    Dari aktivitas tersebut, para terdakwa disebut meraup omzet antara Rp80 juta hingga Rp110 juta setiap bulan. Dana itu dibagi untuk kebutuhan karyawan, biaya operasional sekitar Rp3,8 juta hingga Rp4,8 juta per bulan, serta setoran kepada Nanang dan Dadang masing-masing sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan.


    Menurut majelis hakim, pola pembagian tersebut menunjukkan adanya aliran keuntungan yang terstruktur.


    “Fakta distribusi uang secara rutin menegaskan bahwa praktik ini dijalankan sebagai kegiatan bisnis,” sampainya.


    Lebih jauh, Majelis pun menilai Nanang tidak dapat melepaskan tanggung jawab karena terbukti menjadi penerima manfaat dari pungutan tersebut.


    Pertimbangan hakim diperkuat oleh keterangan saksi kepolisian, Suntanto dan Henry, mereka yang menyatakan pungutan dilakukan terhadap masyarakat pengguna jalan.


    Meski nominal pungutan per orang relatif kecil, majelis menilai adanya target pendapatan bulanan membuktikan bahwa kegiatan itu tidak berkaitan dengan pelayanan publik.


    “Jika untuk pelayanan, tidak akan ada target setoran hingga ratusan juta rupiah per bulan,” tuturnya.


    Majelis menyimpulkan praktik tersebut telah mengalihfungsikan jalan umum sebagai sumber keuntungan secara ilegal.


    Adapun barang bukti berupa uang tunai dan catatan setoran dinilai memperkuat kesimpulan bahwa pungutan parkir ilegal dijalankan sebagai usaha.


    Atas perbuatannya, para terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemerasan secara bersama-sama.


    Usai putusan dibacakan, majelis hakim memberikan waktu kepada para terdakwa dan JPU untuk menentukan sikap, apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum lanjutan.


    (Rikhy_R)

    Komentar

    Tampilkan