Berau (Kaltim) - Proses AMDAL milik PT Berau Coal dianggap tidak melakukan analisis yang cukup mendalam terhadap dampak lingkungan, sehingga rekomendasi yang diberikan Pemerintah dianggap tidak efektif dalam mencegah atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan tambang begitu juga dengan dampak kerugian terhadap masyarakat tempat dimana lokasi tersebut dilakukan pertambangan"30/04/2025"
Penjelasan Kepala Kampung Tumbit Melayu dan mantan Tumbit melayu dan Camat Teluk Bayur dan mantan Camat Gunung Tabur diduga tidak pernah di libatkan dalam proses AMDAL milik PT. Berau Coal sehingga banyak menimbulkan permasalahan di lapangan karena telah menimbulkan dampak kerugian terhadap masyarakat di daerah yang terkena dampak kegiatan tambang tersebut.
Kemudian dampak dari hasil buangan limbah seperti pencemaran air, tanah, dan polusi udara, serta pembangunan yang timpang, dapat menimbulkan pelanggaran HAM dan konflik sosial, sebagaimana dijelaskan oleh Komnas HAM.
Semestinya dengan mengatasi masalah-masalah terjadi di lingkungan masyarakat, diharapkan proses AMDAL dapat berjalan lebih efektif tentu diperlukan adanya kordinasi pada Pemerintah kampung kampung, dan juga Kecamatan serta Tokoh-Tokoh Adat Masyarakat demi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi lingkungan, serta perlu juga diperhatikan lahan-lahan Kelompok tani masyarakat yang terkena dampaknya paling tidak pihak perusahaan PT. Berau Coal melakukan pembebasan lahan terlebih dulu sebelum melakukan kegiatan tambang.
Terlebih lagi terjadinya dampak kerugian terhadap lahan masyarakat sehingga dapat menimbulkan terjadinya komplit antara pihak Perusahaan dengan masyarakat pasalnya hadirnya perusahaan PT. Berau Coal diharapkan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dengan program CSR, namun faktanya dilapangan malah bukanya menguntungkan masyarakat malah menyusahkan masyarakat hal ini dengan adanya perampasan secara sepihak terhadap lahan-lahan Kelompok Tani Masyarakat di daerah Tumbit Melayu Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur ucapnya LSM.
Lanjutnya, sebagai entitas yang bergerak di bidang pertambangan batubara, PT Berau Coal sebagaimana usaha pada umumnya termasuk jenis aktivitas yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dan oleh karenanya wajib memiliki Amdal, UKL-UPL atau SPPL.
Sikap tegas LSM Iwan Laskar anti korupsi (LAK) kabupaten Berau, meminta untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan PT Berau Coal ini cukup beralasan secara hukum. Apalagi perusahaan ini sudah beroperasi sejak puluhan tahun.
“PT Berau coal diduga hanya memiliki 1 AMDAL untuk di pake semua kampung, namun tetap beroperasi, seakan-akan luput dari pengawasan Pemerintah kabupaten dan provinsi,"ujar Iwan sebagai LSM
Seharusnya izin amdal ini sudah dimiliki perusahaan sebelum dimulai kegiatan operasional. Fungsi amdal pertambangan adalah untuk memastikan aktivitas pertambangan tidak mengganggu masyarakat sekitar dan memitigasi resiko yang berkaitan dengan lingkungan.
Dalam konteks ini, lanjut Iwan dokumen amdal merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup bagi suatu perusahaan (Pasal 24). Tidak dipenuhinya dokumen amdal maka suatu perusahaan dikualifikasikan tidak memenuhi persyaratan diterbitkannya Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan karenanya tidak dapat beroperasi. Karena itu, Pemkab kabupaten Berau melalui instansi terkait harus memberi atensi serius terhadap hal ini.
Untuk itu, Pemkab kabupaten Berau sesuai kewenangannya segera crosscheck ke lapangan. Apabila terbukti perusahaan tidak memiliki legalitas amdal setiap kampung, maka harus diberi sanksi yang tegas. Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja mengatur tugas dan kewenangan Peemerintah Daerah, melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan, menertibkan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah daerah pada tingkat kabupaten serta dapat melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten.
Jika perusahaan tidak memenuhi ketentuan amdal berbagai sanksi dapat diterapkan. Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi sanksi administratif berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah berupa penghentian sementara kegiatan produksi, pembekuan izin lingkungan atau pencabutan perizinan berusaha.
Selain sanksi administratif, jika pelanggaran amdal menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, pelanggar dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukuman penjara dan denda. Menurut Pasal 98 ayat (1) UUPPLH menetapkan sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Begitupun terhadap pejabat yang berwenang, yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, hilangnya nyawa manusia. Menurut Pasal 112 UU Cipta Kerja menetapkan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.
Sebelum diberikan sanksi terhadap perusahaan, perlu dilakukan Audit Lingkungan Hidup. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini sejalan dengan Pasal 48 UUPLH bahwa Pemerintah Daerah berwenang mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Apabila ditemukan adanya pelanggaran, pelaku usaha dapat dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (3) UU Cipta Kerja dan Pasal 98 ayat (1) UUPPLH. Sementara itu, terhadap pejabat yang sengaja tidak melakukan pengawasan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 112 UU Cipta Kerja.
saat awak media mendatangi Kantor Dinas Lingkungan hidup Dan Kebersihan (DLHK) kabupaten Berau, Mustakim Saranjana sebagai Kadis DLHK Kabupaten Berau sedang tidak ada di tempat, tak hanya itu awak media juga Berusaha konfirmasi ke kadis DLHK melalui Telepon WhatsApp dan SMS WhatsApp untuk konfirmasi tentang Izin AMDAL enggan memberikan stetmen, seolah olah ada yang di tutupin Dari DLHK kabupaten Berau.
Dalam hal ini Iwan sebagai LSM Laskar Anti Korupsi (LAK) Meminta Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak berwajib untuk periksa Kadis DLHK Mustakim Saranjana, diduga ada udang dibalik batu antara kadis DLHK dan PT Berau Coal.
(Hasan)