SANGATTA — Aktivitas galian C tanpa izin yang diduga milik haji ilyas di wilayah Kabupaten Kutai Timur Sangatta, kini memantik perhatian publik. Informasi di lapangan menyebutkan bahwa kegiatan penambangan material pasir dan batu itu telah berlangsung selama bertahun-tahun, namun hingga kini tidak tersentuh penegakan hukum.
Padahal, kegiatan tersebut jelas melanggar regulasi perizinan pertambangan dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius. Ironisnya, hasil dari eksploitasi tersebut diduga hanya memperkaya pihak pribadi, bukan memberikan kontribusi untuk pendapatan daerah maupun kesejahteraan masyarakat sekitar TGL 08/10/2025.
Pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto saat ini tengah menegaskan komitmen terhadap penegakan hukum, tata kelola sumber daya alam, dan kedaulatan ekonomi nasional.
“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan pribadi. Semua pelaku ekonomi wajib tunduk pada aturan hukum dan izin resmi,”
tegas Presiden Prabowo dalam sejumlah arahannya mengenai pengelolaan sumber daya alam.
Langgar UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, dan PP 96/2021
Kegiatan galian C ilegal seperti yang dilakukan di Wahau tersebut melanggar sejumlah ketentuan hukum pidana dan administrasi negara, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)
Pasal 158:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin pertambangan rakyat (IPR), atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
Pasal 109:
“Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.”
3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 202 (tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara)
Pasal 6 ayat (1):
“Setiap kegiatan usaha pertambangan wajib memiliki perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.”
Pasal 8 ayat (2):
“Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud hanya dapat diterbitkan apabila pelaku usaha telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), izin lingkungan, dan rencana kerja yang disetujui oleh instansi berwenang.”
Dengan demikian, kegiatan galian C yang dilakukan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin lingkungan hidup (AMDAL atau UKL-UPL) merupakan pelanggaran administratif dan pidana sekaligus.
Masyarakat Wahau mendesak Polres Kutai Timur, Dinas ESDM Provinsi Kaltim, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera turun tangan menghentikan aktivitas ilegal ini.
Penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari penyitaan alat berat, penutupan lokasi tambang, hingga penyelidikan terhadap sumber distribusi material.
“Kami minta aparat tegas, jangan ada pembiaran. Izin operasional Haji Ilyas harus digantung dan dibekukan karena ini jelas melanggar undang-undang,” ujar salah satu tokoh masyarakat Wahau yang enggan disebutkan namanya.
Kegiatan tambang ilegal yang dibiarkan berlarut-larut tanpa sanksi tegas adalah bentuk kelalaian administrasi dan penegakan hukum.
Negara wajib hadir menertibkan agar sumber daya alam dikelola sesuai izin resmi, berkelanjutan, dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto menuntut agar semua pelaku ekonomi, termasuk pengusaha tambang, mematuhi aturan dan tidak menjarah kekayaan negara untuk kepentingan pribadi.
Media ini membuka ruang hak jawab dan klarifikasi bagi pihak Haji Ilyas atau instansi terkait, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kami berpegang pada prinsip jurnalisme berimbang, independen, dan berpihak pada kebenaran.***
( Abdul Rahman )