SIBOLGA TAPTENG - Di tengah kepanikan banjir yang tiba-tiba menerjang kawasan Sibolga–Tapanuli Tengah, seorang ayah berdiri berjuang melawan derasnya arus. Air yang terus naik membuatnya hanya punya satu pilihan: menyelamatkan nyawa anaknya, apa pun risikonya.
Dengan tangan gemetar dan napas terputus-putus, ia mengangkat anak kecilnya yang masih basah kuyup. Tidak ada alat, tidak ada pertolongan—yang ada hanya sebuah box plastik yang hanyut tersangkut di pagar rumah. Box sederhana itulah yang menjadi harapan terakhir.
Dengan mata berkaca-kaca, sang ayah meletakkan anaknya perlahan ke dalam box tersebut, memastikan si kecil tetap aman dan tidak terseret arus. Ia menutupinya dengan jaket yang melekat di tubuhnya sendiri, meski dirinya sudah menggigil.
“Bertahan ya, Nak… Ayah di sini.”
Itu bisikan terakhir yang keluar sebelum ia mendorong box itu perlahan menuju tempat yang lebih tinggi.
Arus deras terus menghantam kakinya, namun sang ayah tidak bergeming. Setiap langkah terasa berat, tetapi cintanya jauh lebih kuat dari ketakutan. Ia menahan air, menahan dingin, menahan tangis—hanya demi memastikan anaknya selamat.
Di balik gemuruh banjir, terlihat jelas satu hal: kasih seorang ayah adalah benteng terakhir yang tidak pernah runtuh, bahkan ketika bencana terbesar sekalipun datang menguji.
TUPPAL PH























