Rejang Lebong - Akses informasi publik kembali menjadi sorotan setelah Kepala Sekolah SD Negeri 34 Rejang Lebong, Kecamatan Curup Selatan, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, diduga melakukan tindakan yang menghalangi kerja jurnalistik. Seorang wartawan media online mengaku diblokir saat mencoba mengonfirmasi Rincian Anggaran Belanja (RAB) pembangunan proyek yang sedang dikerjakan di sekolah tersebut.
Keberadaan dana publik yang dikelola sekolah menjadikan informasi tersebut sebagai informasi terbuka yang dapat diakses masyarakat, termasuk wartawan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang tersebut mewajibkan setiap Badan Publik, termasuk sekolah negeri dan pejabat pengelola anggaran, memberikan akses informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif kepada publik.
Namun, saat wartawan melakukan konfirmasi melalui WhatsApp, Kepala Sekolah yang akrab disapa Tari justru memblokir nomor wartawan tersebut.
Saat ditemui tim media di ruang guru, Tari mengakui tindakan tersebut. Ia menyebut pemblokiran itu dilakukan atas saran pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Rejang Lebong.
"Kemaren itu ada salah satu orang di Dinas Pendidikan yang bernama Heni mengatakan kalau orang itu (wartawan, red) bikin pusing saja, blokir saja nomornya," ujar Tari, Rabu (10/12/2025).
Pernyataan tersebut kemudian dibantah oleh Heni Puspita Sari, Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Rejang Lebong, yang menegaskan tidak pernah memberi arahan demikian.
"Tidak ada, Pak, saya bilang seperti itu," tegas Heni.
Menurut UU KIP, tindakan yang menghambat akses informasi publik dapat menimbulkan konsekuensi etis bahkan sanksi administratif. Pasal 52 UU KIP menegaskan bahwa pejabat publik yang dengan sengaja menghambat akses informasi dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan hukum. Selain itu, Pasal 3 UU KIP menyatakan bahwa tujuan keterbukaan informasi adalah mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan, efektif, efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Pemblokiran akses terhadap wartawan tentu bertentangan dengan semangat keterbukaan tersebut. Apalagi wartawan bertugas menjalankan fungsi kontrol sosial dan memastikan penggunaan anggaran publik tepat sasaran.
Langkah seperti ini juga berpotensi menimbulkan asumsi negatif, seolah ada informasi yang ingin ditutupi. Padahal, sesuai UU KIP, informasi terkait penggunaan APBD, dana BOS, maupun kegiatan pembangunan fasilitas publik wajib dibuka kepada masyarakat.
Insiden ini menjadi catatan penting mengenai komitmen transparansi di lingkungan pendidikan. Publik berharap pejabat sekolah maupun dinas terkait dapat lebih memahami dan menerapkan ketentuan UU KIP agar kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan proses pembangunan berjalan tanpa kecurigaan.
(Eva Susanti)























