BANYUASIN – Perubahan iklim kini menjadi ancaman nyata bagi kesehatan masyarakat, khususnya di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kenaikan suhu udara, perubahan pola curah hujan, serta meningkatnya frekuensi banjir dan genangan air berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya risiko penyakit menular, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, dan leptospirosis.
Kabupaten Banyuasin yang didominasi wilayah rawa, sungai, dan dataran rendah tergolong sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Curah hujan yang tinggi disertai banjir musiman kerap menyebabkan kerusakan sistem sanitasi serta pencemaran sumber air bersih. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi berkembangnya vektor penyakit dan bakteri penyebab infeksi.
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Lampung, Firnanda, menjelaskan bahwa kenaikan suhu udara dapat mempercepat siklus hidup nyamuk pembawa penyakit. “Suhu yang lebih hangat akan memperpendek masa inkubasi patogen di dalam tubuh nyamuk, sehingga penularan DBD dan malaria dapat terjadi lebih cepat dan meluas,” ujarnya.
Tidak hanya banjir, periode kekeringan juga membawa risiko kesehatan tersendiri. Keterbatasan akses air bersih mendorong masyarakat untuk menyimpan air dalam wadah terbuka yang, tanpa disadari, menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Fenomena ini menunjukkan bahwa baik musim hujan ekstrem maupun musim kemarau panjang sama-sama meningkatkan risiko penyakit menular.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, diperlukan penerapan pendekatan Pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan (PPBL). Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya pencegahan melalui perbaikan sanitasi lingkungan, pengelolaan sistem drainase, pengurangan tempat perindukan nyamuk, serta penguatan perilaku hidup bersih dan sehat di tengah masyarakat.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor antara bidang kesehatan, lingkungan hidup, dan infrastruktur menjadi hal yang sangat penting. Penguatan sistem peringatan dini berbasis data iklim dan kesehatan juga dinilai krusial untuk mengantisipasi lonjakan kasus penyakit akibat dampak perubahan iklim.
Perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan tantangan nyata yang sedang dihadapi saat ini. Tanpa upaya adaptasi yang serius, terencana, dan berkelanjutan, masyarakat di wilayah rawan seperti Kabupaten Banyuasin berisiko menghadapi beban penyakit menular yang semakin meningkat.
Penulis:
Firnanda
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
(Della)























