KETAPANG– Aksi pendudukan pabrik yang dilakukan masyarakat Desa Pelanjau Jaya dan Desa Suka Karya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, pada Rabu (24/9) diwarnai kejadian yang memunculkan tanda tanya besar mengenai sikap Kepala Desa Suka Karya.
Menurut keterangan sejumlah warga yang hadir, Kepala Desa Suka Karya terlihat berdiri tegak di depan pabrik PT. Minamas Group. Ia diduga mengantarkan surat dari pihak perusahaan yang ditujukan kepada pengurus ARUN dan massa aksi. Surat tersebut seharusnya menjadi domain pihak Humas perusahaan, namun justru disampaikan oleh Kepala Desa.
“Parah, kok Kades malah jadi tukang pos perusahaan. Di mana fungsi Humas perusahaan itu? Harusnya Kades berpihak kepada rakyat, bukan sebaliknya,” ujar salah seorang warga dengan nada kecewa.
Kekecewaan masyarakat semakin mendalam karena Kepala Desa dan sejumlah pihak yang hadir, termasuk mantan Kades Suka Karya dan seorang yang mengaku pengurus MABM (Majelis Adat Budaya Melayu), dinilai justru terkesan pasang badan melindungi perusahaan alih-alih warganya sendiri.
Padahal, sumpah jabatan Kepala Desa telah diatur jelas dalam Pasal 38 ayat (3) UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan:
“Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Dari bunyi sumpah itu jelas bahwa Kepala Desa wajib berbakti kepada masyarakat, daerah, nusa, dan bangsa. Tidak ada satu pun klausul yang menyebut keberpihakan kepada perusahaan. Perusahaan hanya boleh menjadi mitra jika benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat desa.
“Kepala Desa bukan kacung perusahaan. Dia harus jadi abdi masyarakat, bukan tukang antar surat PT.,” kritik salah seorang tokoh masyarakat.
Kritikan tajam juga datang dari masyarakat Desa Pelanjau Jaya. Mereka menilai Kepala Desa Suka Karya tidak hanya gagal berpihak kepada warganya, tetapi juga menunjukkan sikap tidak menghargai masyarakat desa tetangga.
“Kades Suka Karya bukan saja tidak berpihak kepada masyarakatnya, tapi juga tidak menghargai kami sebagai masyarakat Pelanjau Jaya,” ujar salah satu warga Pelanjau Jaya.
Kejadian ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat menjadi perhatian serius, mengingat peran Kepala Desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat, bukan sekadar penyambung lidah perusahaan.
(Jailani)